Rabu, 26 Juni 2024

Meninggalkan Perintah Lebih Besar Dosanya daripada Melanggar Larangan (fawaidul fawaid)

 




Meninggalkan Perintah Lebih Besar Dosanya

daripada Melanggar Larangan (fawaidul fawaid) (33:36)

4) Melakukan sesuatu yang diperintahkan adalah tujuan utama, sedangkan meninggalkan larangan hanya bertujuan untuk menyempurnakan pelaksanaan sesuatu yang diperintahkan. Larangan harus ditinggalkan karena dapat merusak pelaksanaan sesuatu yang diperintahkan, atau memperlemah dan mengurangi kesempurnaannya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan Allah  ketika menyebutkan larangan meminum khamer dan bermain judi; bahwasanya kedua perbuatan itu dapat memalingkan seseorang dari perintah
untuk mengingat Allah dan dari melaksanakan shalat. Atas dasar itu, semua hal yang dilarang adalah penghalang untuk melaksanaan sesuatu yang diperintahkan; atau setidaknya ia dapat membuat pelaksanaannya menjadi tidak sempurna. Dengan kata lain, menghindari larangan bukanlah tujuan utama, melainkan hanya sekadar wasilah untuk bisa melaksanakan perintah. Sedangkan melaksanakan perintah sendiri merupakan tujuan utamanya. Hal ini diperjelas oleh alasan berikut:

5) Mengerjakan segala perintah bertujuan untuk menjaga kekuatan dan kelanggengan iman, sedangkan meninggalkan segala larangan bertujuan untuk melindungi kekuatan iman dari segala hal yang menodainya atau menggoyahkan keseimbangannya. Memelihara kekuatan iman harus didahulukan daripada melindunginya dari segala hal yang menodainya atau menggoyahkan keseimbangannya. Sebab, apabila kekuatan iman semakin meningkat, maka dengan sendirinya semua hal yang dapat merusaknya akan tertolak. Sebaliknya, apabila kekuatan iman kian melemah, maka halhal yang dapat merusaknya akan menjadi dominan. Dengan demikian, tindakan pencegahan itu dilakukan demi menggapai tujuan yang lebih utama; yaitu untuk menjaga kekuatan iman dan mengukuhkannya, bahkan mengabadikannya. Dengan kata lain, semakin meningkat kekuatan iman seseorang, maka semakin hebat imannya itu dalam menolak segala hal yang merugikan keimanan. Ia pun akan mampu mencegah dominasi dan banyaknya hal-hal yang merugikan keimanan tersebut; semuanya bergantung pada kekuatan atau kelemahan iman itu sendiri. Tapi apabila kekuatan iman melemah, niscaya hal-hal yang merusak keimanan akan semakin dominan. Karena itu, renungkanlah uraian ini:

6) Mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dapat menghidupkan, menutrisi, menghiasi, membahagiakan, menentramkan, melegakan dan menyejukan hati. Sedangkan meninggalkan hal-hal yang dilarang tanpa mengerjakan hal-hal yang diperintahkan, tidak dapat menghasilkan semua dampak positif tersebut. Sebab, jika seseorang meninggalkan segala larangan tapi tidak melakukan keimanan dan tidak pula melakukan perkara yang diperintahkan, semua itu tidak sedikit pun bermanfaat baginya. Ia akan kekal di Neraka. Untuk lebih jelas, perhatikanlah alasan berikut:

(Al-Hajj: 11) Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.

(Al-Baqarah ayat 214) Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

 

7) Orang yangmengerjakan perintah dan melanggar larangan dalam hidupnya memiliki dua kemungkinan: (1) boleh jadi ia selamat secara mutlak, jika kadar kebajikannya lebih banyak daripada keburukannya ; atau ia selamat setelah memberikan hak orang lain yang ada dalam tanggungannya dan setelah menerima hukuman atas dosa-dosanya. Dan, keselamatan itu diperolehnya karena melaksanakan perintah. Adapun orang yangtidak mengerjakan perintah dan tidak pula melanggar larangan (secara mutlak) akan celaka dan tidak selamat. Ia tidak akan selamat tanpa mengerjakan perintah, yaitu menetapkan tauhid atau mengesakan Allah. Jika ada yang menyatakan bahwa orang tersebut celaka karena melakukan sesuatu yang dilarang, yaitu kemusyrikan, maka pernyataan ini dapat dijawab: "Sebenarnya tidak bertauhid-padahal bertauhid merupakan perkara yang diperintahkan-sudah cukup untuk membuat seseorang celaka, sekalipun ia tidak pernah mengerjakan kemusyrikan yang merupakan lawan dari tauhid. Bahkan, apabila hatinya benar-benar kosong dari nilai-nilai tauhid, maka ia pasti akan celaka sekalipun belum menyekutukan Allah SWT . Apabila ia menambahkan ibadah kepada selain-Nya, maka ia akan lebih diadzab karena tidak mengerjakan perintah bertauhid dan juga karena berbuat kemusyrikan, yang memang dilarang untuk dikerjakan." Hal ini diperjelas oleh uraian berikut:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Shahih Dhaif Nailul Authar

Shahih Dha'if Nailul Authar  


Stop Close Audio