Meninggalkan
Perintah Lebih Besar Dosanya
daripada
Melanggar Larangan (fawaidul fawaid) (33:36)
4) Melakukan sesuatu yang diperintahkan adalah
tujuan utama, sedangkan meninggalkan larangan hanya bertujuan untuk menyempurnakan
pelaksanaan sesuatu yang diperintahkan. Larangan harus ditinggalkan karena dapat
merusak pelaksanaan sesuatu yang diperintahkan, atau memperlemah dan mengurangi
kesempurnaannya. Hal ini sebagaimana diisyaratkan Allah ketika menyebutkan larangan meminum khamer dan
bermain judi; bahwasanya kedua perbuatan itu dapat memalingkan seseorang dari perintah
untuk mengingat Allah dan dari melaksanakan shalat. Atas dasar itu, semua hal
yang dilarang adalah penghalang untuk melaksanaan sesuatu yang diperintahkan; atau
setidaknya ia dapat membuat pelaksanaannya menjadi tidak sempurna. Dengan kata
lain, menghindari larangan bukanlah tujuan utama, melainkan hanya sekadar wasilah
untuk bisa melaksanakan perintah. Sedangkan melaksanakan perintah sendiri
merupakan tujuan utamanya. Hal ini diperjelas oleh alasan berikut:
5) Mengerjakan segala perintah bertujuan untuk
menjaga kekuatan dan kelanggengan iman, sedangkan meninggalkan segala larangan bertujuan
untuk melindungi kekuatan iman dari segala hal yang menodainya atau menggoyahkan
keseimbangannya. Memelihara kekuatan iman harus didahulukan daripada melindunginya
dari segala hal yang menodainya atau menggoyahkan keseimbangannya. Sebab, apabila
kekuatan iman semakin meningkat, maka dengan sendirinya semua hal yang dapat merusaknya
akan tertolak. Sebaliknya, apabila kekuatan iman kian melemah, maka halhal yang
dapat merusaknya akan menjadi dominan. Dengan demikian, tindakan pencegahan itu
dilakukan demi menggapai tujuan yang lebih utama; yaitu untuk menjaga kekuatan
iman dan mengukuhkannya, bahkan mengabadikannya. Dengan kata lain, semakin
meningkat kekuatan iman seseorang, maka semakin hebat imannya itu dalam menolak
segala hal yang merugikan keimanan. Ia pun akan mampu mencegah dominasi dan
banyaknya hal-hal yang merugikan keimanan tersebut; semuanya bergantung pada kekuatan
atau kelemahan iman itu sendiri. Tapi apabila kekuatan iman melemah, niscaya hal-hal
yang merusak keimanan akan semakin dominan. Karena itu, renungkanlah uraian ini:
6) Mengerjakan hal-hal yang diperintahkan dapat
menghidupkan, menutrisi, menghiasi, membahagiakan, menentramkan, melegakan dan
menyejukan hati. Sedangkan meninggalkan hal-hal yang dilarang tanpa mengerjakan
hal-hal yang diperintahkan, tidak dapat menghasilkan semua dampak positif tersebut.
Sebab, jika seseorang meninggalkan segala larangan tapi tidak melakukan keimanan
dan tidak pula melakukan perkara yang diperintahkan, semua itu tidak sedikit
pun bermanfaat baginya. Ia akan kekal di Neraka. Untuk lebih jelas, perhatikanlah
alasan berikut:
(Al-Hajj: 11) Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu
pun dari dunia ini; adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang
Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam
firman selanjutnya disebutkan: Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.
(Al-Baqarah ayat 214) Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal
belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu
sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan
berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya
berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya
pertolongan Allah itu dekat.
7) Orang yangmengerjakan perintah dan
melanggar larangan dalam hidupnya memiliki dua kemungkinan: (1) boleh jadi ia selamat
secara mutlak, jika kadar kebajikannya lebih banyak daripada keburukannya ; atau
ia selamat setelah memberikan hak orang lain yang ada dalam tanggungannya dan setelah
menerima hukuman atas dosa-dosanya. Dan, keselamatan itu diperolehnya karena
melaksanakan perintah. Adapun orang yangtidak mengerjakan perintah dan tidak pula
melanggar larangan (secara mutlak) akan celaka dan tidak selamat. Ia tidak akan
selamat tanpa mengerjakan perintah, yaitu menetapkan tauhid atau mengesakan Allah.
Jika ada yang menyatakan bahwa orang tersebut celaka karena melakukan sesuatu yang
dilarang, yaitu kemusyrikan, maka pernyataan ini dapat dijawab:
"Sebenarnya tidak bertauhid-padahal bertauhid merupakan perkara yang diperintahkan-sudah
cukup untuk membuat seseorang celaka, sekalipun ia tidak pernah mengerjakan kemusyrikan
yang merupakan lawan dari tauhid. Bahkan, apabila hatinya benar-benar kosong
dari nilai-nilai tauhid, maka ia pasti akan celaka sekalipun belum menyekutukan
Allah SWT . Apabila ia menambahkan ibadah kepada selain-Nya, maka ia akan lebih
diadzab karena tidak mengerjakan perintah bertauhid dan juga karena berbuat kemusyrikan,
yang memang dilarang untuk dikerjakan." Hal ini diperjelas oleh uraian
berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar